Pagi ini langit mendung meski belum
ada bulir hujan yang jatuh. Persis seperti hati ini. Mendung itu belum pergi. Sejak perpisahan itu terjadi. Selama ini, hujan pun belum kunjung bertemu
mentarinya. Belum ada pelangi yang mampu tercipta, tanpamu.
Apa kabarmu? Kamu pasti baik-baik
saja kan? Aku pun baik-baik saja, lebih baik dari 14 Juni dua tahun lalu. Ah
ya, kamu kan tidak menanyakan kabarku.
Aku boleh menyampaikan sesuatu? Begini,
aku sedang berusaha menyederhanakan segalanya yang terasa rumit. Kamu tahu,
ternyata tidak semudah itu menyederhanakan perasaan ini. Sungguh, jika sudah
menyangkut hati, otakku terbelit untuk berpikir logis.Terkadang aku masih
bertanya-tanya. Mengapa takdir mempertemukan kita? Mengapa aku harus jatuh
cinta padamu, bahkan jatuh dalam cinta sedalam ini? Padahal aku tak pernah
memintanya. Menyalahkan takdir, mungkin sederhananya seperti itu. Tapi Bang Tere Liye membuatku
mengerti akan sesuatu lewat tulisannya dalam Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Hidup ini adil. Segalanya memiliki
sebab-akibat. Sederhana. Pertemuan dan perpisahan kita pun pasti memiliki
sebab-akibat. Semuanya terjadi karena kuasa-Nya. Kamu juga pernah mengatakannya
kan? Maka takdir tak seharusnya kusalahkan. Aku hanya belum sepenuhnya menemukan
jawaban tentang mengapa kita harus bertemu. Mungkin suatu saat nanti aku akan sepenuhnya
mengerti.
Kamu mungkin tak akan membaca
tulisan ini. Tapi, sekiranya kamu sempat membacanya, semoga kamu membaca hingga
akhir tulisan ini. Aku ingin katakan sesuatu yang tak berani kusampaikan
langsung padamu. Aku rindu kamu.
Bersama langit yang
kelabu,
14 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar