Jumat, 14 Juni 2013

14 Juni dan Kita


Pagi ini langit mendung meski belum ada bulir hujan yang jatuh. Persis seperti hati ini. Mendung itu belum pergi. Sejak perpisahan itu terjadi. Selama ini, hujan pun belum kunjung bertemu mentarinya. Belum ada pelangi yang mampu tercipta, tanpamu.

Apa kabarmu? Kamu pasti baik-baik saja kan? Aku pun baik-baik saja, lebih baik dari 14 Juni dua tahun lalu. Ah ya, kamu kan tidak menanyakan kabarku.

Aku boleh menyampaikan sesuatu? Begini, aku sedang berusaha menyederhanakan segalanya yang terasa rumit. Kamu tahu, ternyata tidak semudah itu menyederhanakan perasaan ini. Sungguh, jika sudah menyangkut hati, otakku terbelit untuk berpikir logis.Terkadang aku masih bertanya-tanya. Mengapa takdir mempertemukan kita? Mengapa aku harus jatuh cinta padamu, bahkan jatuh dalam cinta sedalam ini? Padahal aku tak pernah memintanya. Menyalahkan takdir, mungkin sederhananya seperti itu. Tapi Bang Tere Liye membuatku mengerti akan sesuatu lewat tulisannya dalam Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Hidup ini adil. Segalanya memiliki sebab-akibat. Sederhana. Pertemuan dan perpisahan kita pun pasti memiliki sebab-akibat. Semuanya terjadi karena kuasa-Nya. Kamu juga pernah mengatakannya kan? Maka takdir tak seharusnya kusalahkan. Aku hanya belum sepenuhnya menemukan jawaban tentang mengapa kita harus bertemu. Mungkin suatu saat nanti aku akan sepenuhnya mengerti.

Kamu mungkin tak akan membaca tulisan ini. Tapi, sekiranya kamu sempat membacanya, semoga kamu membaca hingga akhir tulisan ini. Aku ingin katakan sesuatu yang tak berani kusampaikan langsung padamu. Aku rindu kamu.

Bersama langit yang kelabu,
14 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar