Rabu, 23 Oktober 2013

Pidato Pentingnya Budaya Membaca

Pentingnya Budaya Membaca

Assalamualaikum Wr. Wb.

Yang terhormat Ibu Fahmi Muhaiminati,
Yang saya cintai teman-teman kelas X 3.

            Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya, kita dapat berkumpul pada acara ini dalam keadaan sehat walafiat. Selawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumul qiyamah. Allohumma aamiin.

Hadirin yang saya hormati,
            Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya menyampaikan sedikit uraian mengenai pentingnya budaya membaca. Seperti kita tahu, minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Hasil survei UNESCO menunjukkan bahwa minat baca masyarakat yang paling rendah di ASEAN adalah Indonesia. Rendahnya minat baca ini dibuktikan dengan indeks membaca masyarakat Indonesia yang baru sekitar 0,001, artinya dari seribu penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat baca tinggi. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan dengan angka minat baca di Singapura yang memiliki indeks membaca sampai 0,45.Minimnya budaya membaca bangsa kita adalah persoalan yang sangat krusial. Sayangnya, krisis budaya membaca yang dialami bangsa Indonesia saat ini masih belum memperoleh perhatian yang cukup layak. Padahal, pentingnya peran budaya baca dalam memperteguh dan mengembangkan peradaban,watak, dan harga diri bangsa sangat besar.
Hadirin yang berbahagia,
Membaca bagi kebanyakan orang pada zaman sekarang ini merupakan kegiatan yang membosankan. Padahal, ada banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari membaca. Tidak sekadar menguatkan sisi intelektual, membaca juga dapat mengasah sisi afektif dan nurani pelajar. Kedewasaan berpikir dan bertindak salah satunya terbentuk dari kebiasaan membaca. Membaca juga merupakan sarana hiburan, terutama jika kita membaca topik-topik yang kita sukai, sehingga dapat melatih daya kreativitas dan imajinasi kita. Dan secara tidak langsung, membaca juga dapat menambah kosakata kita. Bahkan, menurut para peneliti, membaca buku atau majalah dapat menunda atau mencegah kehilangan memori karena sel-sel otak dapat terhubung dan tumbuh. Dengan kata lain, membaca dapat meningkatkan memori otak dan mencegah penyakit Alzheimer.
Hadirin yang saya hormati,
Membaca bukanlah kebiasaan yang biasa, tetapi hal biasa yang harus dibiasakan. Harry Truman mengatakan, “Not every reader is a leader, but a leader must be a reader.Tidak setiap kutu buku adalah pemimpin, namun setiap pemimpin haruslah kutu buku. Jadi, apa jadinya negeri kita ini jika pemimpinnya tidak menjadikan membaca sebagai rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus bangsa, kita harus belajar mencintai membaca karena membaca adalah hal yang sangat penting untuk masa depan kita dan bangsa kita. Seperti yang dikatakan oleh Milan Kudera, “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya, maka pastilah bangsa itu akan musnah.” Maka dari itu, untuk menjauhkan bangsa kita dari kemusnahan, mari kita ciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berpikiran maju!
Akhir kata, izinkan saya mengutip ayat pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, “Bacalah! Dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang menciptakan.” Sesuatu yang didahulukan pastilah hal yang penting bukan?
            Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat tutur kata yang kurang berkenan di hati hadirin. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jumat, 18 Oktober 2013

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

-Sapardi Djoko Damono

Senin, 14 Oktober 2013

ASAL MULA SEKOLAH


Pernah nggak sih kalian para pelajar mengeluh karena sekolah? Yang lumrah ya pasti pernah lah. Ya kan? Contohnya semacam ini :
X : Capek ya sekolah. Isinya cuma PR, tugas, ulangan, ujian.
Y : Iya lah. Namanya juga anak sekolah. Wajar kali.
X : Siapa sih yang bikin jadi ada sekolah di bumi?
Y : Emm.... Nggak tau.
X : Pernah nggak sih kalian mikir, buat apa sih kita sekolah?
Y : Ya biar pinter lah. (Kalo sekolah tapi nggak belajar kan nggak jadi pinter ya? Iya kan? Anggap aja iya.)

Anggaplah X itu aku, jadi intinya aku penasaran sama asal usul sekolah. Siapakah 'biang keladi' persekolahan macam ini?

Jadi gini ceritanya............

Kita harus berhenti mengasingkan sekolah dari kehidupan nyata sehari-hari.
"Nenek saya ingin saya memperoleh pendidikan, karenanya, ia tidak mengijinkan saya sekolah," demikian Everett Reimer mengutip kalimat Margaret Mead ketika menulis bagian Pendahuluan bukunya School is Dead. Dari judul yang dipilihnya, dan diperkuat dengan kalimat pertama itu, nampak benar ketajaman kritik Reimer terhadap lembaga persekolahan, baik dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Bagi mereka yang tahu bahwa Reimer adalah rekan Ivan Illich, hal itu mungkin akan mengurangi rasa terkejut dalam mempelajari kritik Reimer terhadap pembelajaran di persekolahan. Sebab Illich sendiri pada saat yang hampir bersamaan menulis sebuah buku yang tak kalah menyeramkan judulnya: Deschooling Society. Apalagi bagi mereka yang terbiasa dengan gagasan Paulo Freire, ide-ide Reimer menjadi 'generik' dalam arti 'biasa-biasa' saja.
 Pemikiran-pemikiran kritis Reimer, Illich, dan Freire itulah agaknya yang mempengaruhi Roem Topatimasang ketika sedang kuliah di IKIP Bandung tahun 80-an. Dalam banyak makalahnya yang kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi buku kecil beberapa saat setelah runtuhnya "Sekolah Orde Baru", Topatimasang berusaha mengingatkan hakikat dan peran sekolah yang telah menyimpang jauh dari sejarah awalnya. Namun suara kritis Topatimasang dianggap bagai angin lalu oleh birokrat pendidikan yang sedang berkuasa saat itu, sehingga tidak pernah ada wacana yang mengangkat persoalan dasar pendidikan di tanah air. "Sekolah Orde Baru" yang dimanajemeni oleh seorangSmiling General itu memang sukses memasung segala bentuk kreativitas dan sikap kritis anak-anak bangsa lewat sistem pendidikan yang dipolitisir untuk menopang status quo.
Benarkah sekolah sudah mati? Mungkinkah ada masyarakat tanpa sekolah? Mengapa pendidikan hakikatnya adalah upaya pembebasan? Bagaimana mungkin pendidikan dapat menindas? Sejauh mana sekolah telah menjadi candu? Demikian beberapa pertanyaan mendasar yang selama Orde Baru tidak pernah dijawab secara memuaskan. Tulisan ini tidak bermaksud memberikan jawaban langsung terhadap pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Yang ingin dilakukan adalah menelusuri asal usul sekolah dan secara ringkas, melihat bagaimana dunia persekolahan itu tumbuh dan berkembang di Indonesia, lalu mencoba memetakan persoalan dasar pendidikan yang kita hadapi saat ini, serta apa 'peluang' yang perlu kita tanggapi untuk mereformasi sistem pendidikan ke arah yang lebih baik, yang lebih berkesesuaian dengan setiap upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia-manusia Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia.

Sejarah "Pendidikan" atau "Pengajaran"?
Sekolah atau school dapat dilacak dari kata Latin seperti skhole, scola, scolae, yang dipergunakan sekitar awal abad XII. Arti harafiahnya adalah "waktu luang" atau "waktu senggang". Dengan demikian agaknya bersekolah pada awalnya tak lain adalah leisure devoted to learning (waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar). Dan bila dewasa ini murid-murid yang bersekolah 'dirampok' waktu senggangnya oleh berbagai kursus dan les privat tambahan untuk 'melengkapi' pelajaran sekolah, maka itulah pertanda telah terjadi penyesatan dalam masyarakat mengenai fungsi sekolah. Kapankah persekolahan dalam arti mulai sekolah dasar hingga universitas sebagaimana kita kenal dewasa ini, dimulai? Dan siapakah para 'praktisi' persekolahan itu pada awalnya? Hal ini membawa kita pada pertanyaan mengenai sejarah pendidikan. Deskripsi yang diberikan Everett Reimer berikut ini mungkin dapat sedikit menolong proses pemahaman mengenai sejarah pendidikan: 

Pendidikan timbul dari praktik pemujaan dan pemerintahan. Tanah asalnya ialah halaman kuil dan praktisi-praktisinya yang mula-mula adalah pendeta-pendeta khusus. Mungkin menulis itu sendiri juga diketemukan oleh ahli-ahli tersebut. Jadi para dukun dan pendeta ini berada dalam garis pusat pembentukan, bukan saja pembentukan guru dan sekolah, melainkan juga evolusi manusia. Otak, tangan dan lidah, kelompok desa dan kota, tenung, agama, semuanya adalah tonggak-tonggak pedoman dalam perkembangan fisik, sosial, dan spiritual manusia. Para ulama agama modern telah mewarisi (dari para dukun negara-negara sepupunya) suatu campuran antara ilmu tenung, agama, seni dan ilmu yang mulai mereka uraikan dan spesialisasikan. Telah cukup dikenal bahwa bukan hanya menulis, tetapi juga ilmu pasti, astronomi dan kimia, melukis dan bersajak (puisi) pada mulanya tersusun di halam-halaman kuil orang-orang Mesir Sumer dan kasta-kasta yang berkuasa, yang memadukan fungsi ulama dan raja. Pengajaran seni (art) yang pertama-tama diformalkan ini, yang masih merupakan bagian terbesar dari kurikulum modern, tentulah dulu merupakan jenis pengajaran guru dan sistem magang. Pada zaman dahulu pun tentu ada jenis pengajaran antar orang-orang yang sederajat yaitu kalau seseorang menularkan penemuan atau kemampuannya kepada orang lain. Disini letak satu di antara dua akar utama sekolah modern, letak asal mula pengetahuan yang sistematis. Akar ini tidak muncul lagi, letak bentuk yang menonjol secara institusional. Akar lainnya yang jauh lebih sederhana, muncul pertama kali berupa ruang kelas orang-orang Mesir Sumer yang dibangun untuk menampung sekitar 30 orang anak. Penemuan ini membawa orang kepada spekulasi bahwa ukuran ruang kelas umum di zaman modern mungkin didasarkan atas ruang-ruang kelas dari batu merah dan arsitektur orang-orang Sumer.
Plato dan Aristophanes adalah orang pertama yang meninggalkan catatan tertulis mengenai ruang kelas dan sekolah. Sekolah pertama orang Athena Kuno memang sederhana. Sekolah itu hanya merupakan tambahan dari suatu program pendidikan yang dititikberatkan pada latihan kemiliteran, atletik, musik, dan puisi. Pengajaran membaca, menulis dan berhitung boleh dikatakan hanya sebagai pertimbangan sampingan. Aslinya pendidikan di Athena bersifat tutorial, suatu aspek hubungan perorangan yang seringkali juga bersifat erotik. Ketika Athena menjadi lebih demokratis dan jumlah muridnya mulai lebih banyak dari gurunya, maka secara berangsur-angsur hubungan tutorial digantikan dengan pengajaran kelompok/klasikal.
Uraian Reimer di atas mungkin memberikan pemahaman mengenai masa-masa awal pendidikan di Mesir Kuno, yakni sekitar tahun 3000 hingga 500 sebelum Masehi. Sementara di India, pada pendeta mengajarkan Kitab Veda, ilmu pengetahuan, tata bahasa, dan filsafat di sekitar tahun 1200 sebelum Masehi. Di Cina, pendidikan formal (pengajaran) diperkirakan muncul pada masa Dinasti Zhou berkuasa, yakni antara tahun 770-256 sebelum Masehi. Konfusius, Mensius, Laotzu, termasuk di antara guru-guru pertama di Cina Kuno.
Di Yunani Kuno, tempat asal Filsafat Barat, kaum Shopis mulai mengajar di Athena sekitar tahun 400 sebelum Masehi. Socrates, yang meninggal tahun 399 sebelum Masehi, boleh jadi orang pertama yang mengatakan bahwa, "true knowledge existed within everyone and needed to be brought to consciousness". Dengan dalil ini pendekatan Socrates adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan penggalian (probing questions) untuk memicu pikiran-pikiran murid-muridnya guna memahami makna kehidupan, kebenaran, dan keadilan secara lebih mendalam (inside out method).
Sepeninggal Socrates, Plato mendirikan Academy di tahun 387 sebelum Masehi, dan 52 tahun berikutnya Aristoteles mendirikan sekolahnya sendiri bernama Lyceum, juga di Athena. Lalu di abad yang sama, Isocrates mengembangan metode pendidikan untuk mempersiapkan para orator yang bekerja di kantor-kantor pemerintah. Ia diyakini ikut mempengaruhi secara langsung para ahli pendidikan Romawi seperti Cicero, penulis De Oratore, dan Quintillian, yang membagi pelajaran-pelajaran secara khusus berdasarkan pentahapan di awal tahun Masehi. Pada tahap primary schooldiajarkan soal membaca dan menulis. Lalu di secondary school para budak Yunani (dipanggil pedagogues) ditugaskan untuk mengajar tata bahasa Latin dan Yunani kepada anak-anak Romawi waktu itu (khususnya laki-laki). Dan akhirnya sedikit anak-anak laki-laki yang kaya masuk ke sekolah untuk belajar menjadi orator dalam rangka persiapan agar mereka kelak menjadi pemimpin-pemimpin di pemerintahan dan administrasi negara (seperti pegawai negeri).
Pada masa awal Masehi, orang-orang Yahudi juga telah memberikan pengajaran di tempat yang disebut Sinagoga. Utamanya yang diajarkan adalah Kitab Taurat Musa. Dan ketika kekristenan telah berkembang, maka Gereja Romawi kemudian juga menggunakan bangunan yang di sebut gereja sebagai tempat pengajaran yang utamanya mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan Kitab Suci serta mempersiapkan pemimpin-pemimpin agama yang mengajar di gereja. Pada masa itu wanita masih sangat sedikit memperoleh kesempatan untuk ikut belajar bersama anak-anak laki-laki sebayanya.
Sekitar abad X-XI, pendidikan Islam dari Arab mulai mempengaruhi sistem pendidikan Barat. Melalui interaksi kaum Muslimin dengan pendidik-pendidik Barat, terutama di Afrika Utara dan Spanyol, dunia Barat mulai belajar dari kaum Muslimin tentang matematika, ilmu alam, ilmu pengobatan, dan filsafat. Sistem angka yang menjadi fondasi dari aritmetika di dunia Barat diyakini sebagian orang sebagai kontribusi terpenting dari pendidikan Islam dari Arab itu. 
Kita tahu bahwa sekitar abad XIII telah dikenal adanya University of Paris, tempat dimana Thomas Aquinas mengajar. Lalu pada masa Renaisance di abad XIV dan XV dikenal tokoh-tokoh penulis seperti Dante Aleghieri, Petrarch, dan Giovanni Boccaccio. Desiderius Erasmus dari Jerman juga memberikan pengaruh besar dalam sistem pendidikan masa itu, terutama dalam perkembangan ilmu arkeologi, astronomi, mitologi, sejarah, dan Kitab Suci (Scripture). 
Penemuan mesin cetak Gutenberg di pertengahan Abad XV membuat buku makin mudah tersedia dan pada gilirannya mengakselerasi proses pembelajaran di dunia. Ditambah lagi dengan arus Reformasi Luther, Calvin, dan Zwingli, yang melahirkan Protestantisme, peran orangtua kembali ditekankan sebagai pendidik utama anak-anaknya, terutama dalam membentuk karakter mereka sebagai "orang-orang beriman". Dan karena Protestanisme tidak menabukan studi Kitab Suci oleh kaum awam, seperti Roma Katholik kala itu, maka peran Protestantisme dalam konteks pendidikan Barat tidak dapat disepelekan. Pada masa ini pula, dimulai dari reformis Jerman bernama Melanchthon, pemerintah dianggap bertanggung jawab untuk mensupervisi sekolah-sekolah dan memberikan lisensi untuk mengajar.
Selanjutnya abad XVII hingga XIX tercatat beberapa nama tokoh yang berpengaruh dalam pendidikan Barat seperti antara lain:
Comenius atau Jan Komensky, John Locke di Inggris, Benyamin Franklin dan Thomas Jefferson di Amerika, Johann Heinrich Pestalozzi di Swiss, Jean Jacques Rousseau di Perancis, dan lainnya. Dalam rentang waktu 200 tahun ini pula muncul perdebatan tentang perlu tidaknya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum, khususnya di Eropa (Kristen) pada pertengahan abad XIX. Pemerintahan tertentu, seperti Belanda waktu itu, bahkan menetapkan sekolah yang bercirikan agama tidak akan mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Yang juga menarik untuk disebutkan secara khusus adalah peran Fiedrich Froebel yang pertama kali membukakindergarten di Blankenburg, Jerman, dengan kurikulum berisi pelajaran menyanyi, cerita, permainan, hadiah, danoccupations, di tahun 1837. Konsep kinderganten Froebel ini kemudian dibawa ke Amerika oleh Margarethe Meyer Schurz dengan membuka taman kanak-kanak berbahasa Jerman di Watertown, Wisconsin, tahun 1855. Tahun 1860 Elizabeth Peabody melanjutkan hal ini dengan membuka sekolah sejenis berbahasa Inggris dan juga mengajar serta melatih para pengajar taman-kanak-kanak di Boston. William Torrey Harris memberikan kontribusi ketika memasukkan taman kanak-kanak sebagai bagian dari sekolah umum di Amerika.
Pada awal abad XX, Ellen Key, seorang feminis, penulis, dan ahli pendidikan Swedia, ikut mempengaruhi sejarah pendidikan dunia. Bukunya The Century of the Child (1909) menawarkan pendekatan pendidikan yang menekankan kebutuhan dan potensi anak ketimbang kebutuhan masyarakat atau prinsip-prinsip agama. Ia antara lain diikuti oleh ahli pendidikan Jerman Herman Liets dan Georg Michael Kerschensteiner, ahli pendidikan dan filosof Inggis Bertrand Russel, dan Maria Montessori dari Italia. Konsep pendidikan anak yang dikembangkan Montessori kemudian mempengaruhi Amerika dan kembali menarik perhatian ahli pendidikan di sana pada tahun 1950-an. John Dewey di Amerika dan Jean Piaget di Swiss juga memberikan pengaruh terhadap sistem pendidikan Barat. Dan setelah itu Paulo Freire, Ivan Illich, dan Everett Reimer, mulai mengkritisi sistem pendidikan yang berkembang di banyak negara waktu itu.
Dari sejarah pendidikan yang utamanya dirangkum dari Encarta Encyclopedia itu, apa yang sekarang kita kenal sebagai sekolah dan universitas boleh jadi berakar dari Academy-nya Plato dan Lyceum-nya Aristoteles. Namun, dalam artinya yang lebih luas pendidikan mungkin telah dimulai sejak manusia ada di muka bumi. Dalam bentuknya yang informal dan nonformal (pelatihan), pendidikan diberikan oleh orangtua dan masyarakat setempat kepada kaum mudanya dalam bentuk berbagi (sharing) informasi tentang cara mendapatkan makanan, membuat tempat berteduh, membuat senjata dan perlengkapan hidup lainnya, belajar bahasa, dan nilai-nilai serta perilaku yang mengekspresikan ritus-ritus dalam budaya mereka masing-masing. Apa yang kemudian disebut sebagai "sejarah pendidikan" tadi lebih menunjukkan pada sejarah "pengajaran" atau sejarah "persekolahan" yang tidak mungkin dipisahkan dari sejarah ilmu pengetahuan modern. Dan kalau itu yang maksud, maka rujukan kepada filosof-filosof Athena sebagai pelopornya dapatlah diterima.
Demikianlah sejarah pendidikan formal atau pengajaran dan persekolahan memperlihatkan bahwa para praktisi pendidikan pada awalnya adalah kaum pendeta, dukun-dukun, ulama, dan mereka yang memiliki posisi kepemimpinan atau manajerial dalam organisasi keagamaan dan pemerintahan. Praktisi pendidikan itu awalnya merupakan ahli-ahli ilmu agama (teolog), ahli-ahli ilmu pengetahuan modern (filosof, cendikiawan) dan negarawan serta pejabat administrasi pemerintahan (ambtenaar, pegawai negeri). Meski budak-budak Yunani pada masa penjajahan Romawi Kuno juga dilibatkan, namun secara bertahap peran mereka digantikan oleh orang-orang yang lebih "terpelajar" dan "berkuasa".

(Disari dari tulisan “Pembelajaran: Melacak Asal Usul Sekolah”, oleh Andrias Harefa)


Rabu, 02 Oktober 2013

DI ATAS AWAN


Cinta satukan hati
Kuatkan jiwa menghadapi dunia
Segala cinta dan luka
Kuatkan semua persahabatan
Kita penantang impian
Di atas awan kita kan menang
Kita penakluk dunia
Di atas awan kita kan menang, menang
Bila kau merasa sedih
Ingatlah bahwa kau tak sendiri
Tanpamu tak akan sama, tanpamu semua berbeda
Kisahmu juga kisahku, selalu bersama
Kita penantang impian
Di atas awan kita kan menang
Kita penakluk dunia
Di atas awan kita kan menang, menang
Melangkah di bawah mentari yang sama
Mencari tempat kita di masa depan
Berjanji kita tak akan putus asa
Walaupun semua tak akan mudah
Kita penantang impian
Di atas awan kita kan menang
Kita penakluk dunia
Di atas awan kita kan menang, menang

Rabu, 25 September 2013

3rd.

 
Karena ia belum sepenuhnya pudar..

Pertengahan malam,
25 September 2013. 
 

Selasa, 09 Juli 2013

16 NANO-NANO


Sebelum kalian baca lebih lanjut, aku mau ngingetin kalo aku bukan mau bagi-bagi enam belas permen nano-nano gratis.

Menurut perhitungan revolusi bumi terhadap matahari, sekarang umurku masih 16 tahun. Aku tegaskan lagi, masih 16. 16ku dimulai saat MOS SMA. Awal yang udah nano-nano banget. Beruntunglah waktu itu nggak dikerjain. 16ku tambah nano-nano lagi ketika aku harus terpenjara di sebuah kelas yang juga nano-nano. Kelas beranggotakan 32 ‘lehor’ ‘busuk’ yang sekali lagi juga nano-nano. Jangan anggap aku menulis sesuatu yang kasar, kecuali kalian ngeprint tulisan ini di kertas penuh dengan butiran duri. Bagi anak-anak di kelasku (dulu), itu predikat yang biasa-biasa saja. Predikat yang membanggakan? Oh jelas......tidak. “Yakin gan, kelasmu sinau bae. Hahaha” mungkin itu kalimat yang sering aku dengar. Mungkin terdengar ambigu, antara pujian atau sebaliknya. Semoga dari kalimat ini kalian mengerti gambaran kelas itu seperti apa. Lebih lanjut akan ada lanjutan ceritanya yang kelanjutannya (mungkin akan) ada di posting selanjutnya. Itu hanya secuil dari kisah nano-nano. Masih banyak yang lain, kisah cinta misalnya #kode. Sebagai jomblo yang malam minggunya selalu flat, kayaknya isi hatinya nggak pernah flat. Lagi-lagi, nano-nano.

Masih banyak lagi nano-nano yang lain, yang aku sudah tidak berminat untuk menceritakan. Lagipula aku lupa bagaimana ceritanya. Mungkin di penghujung 16, kado paling ‘spesial’ adalah pembagian kelas. Aku merasa horor. Mungkin sebentar lagi berubah wujud. Tapi semoga kelas baru itu jauh lebih baik dari sebelumnya. Pun tidak sehoror yang kukira. Semoga banyak keceriaan di sana. Semoga. Satu tahun lagi, insyaallah akan kuceritakan bagaimana wujud kelas baruku itu.

Terima kasih untuk kalian semua, termasuk orang-orang baru yang baru muncul di hidupku, yang ikut andil dalam menano-nanokan 16ku. Sekali lagi terima kasih banyak. Maaf jika aku banyak melakukan kesalahan. Aku sayang kalian, kecuali yang tidak kusayangi.

Jumat, 14 Juni 2013

Bukan Rico de Coro

             Sejak hari itu, aku selalu mengunjungi Sarah setiap malam. Tentu saja bukan bermaksud menghantuinya. Mana tega aku menakut-nakuti seseorang yang begitu kusayangi. Aku hanya terlampau rindu padanya. Untungnya, Tuhan mengabulkan permohonanku untuk bertemu Sarah setiap malam.
            Natalia semakin bingung. Ini bukan karena kelinci percobaan yang hilang, tetapi karena adik perempuannya, Sarah. Sarah memang sangat dekat dengan Natalia. Ia selalu menceritakan apapun kepada Natalia, mulai dari hal yang sangat penting hingga hal yang sangat tidak penting untuk diceritakan. Natalia tahu betul kalau adiknya sangat benci terhadap bangsaku, bangsa kecoak. Dan menjadi semakin aneh ketika Sarah setiap hari bercerita tentang pangerannya dalam mimpi. Pangeran yang katanya bernama Rico de Coro. Sebuah nama yang Sarah berikan untuk seekor kecoak tangkapan Bi Ipah.
            Aku memang hadir dalam mimpi-mimpi Sarah bukan sebagai kecoak. Aku hadir dalam wujud lain, wujud seorang manusia tampan bak pangeran kerajaan dalam negeri dongeng. Ah, seandainya hal itu bukanlah sebuah mimpi.
***
            Hari ini, aku diperbolehkan turun ke bumi. Rumah Sarah, tentu merupakan tujuan utama dan satu-satunya dalam perjalananku ke bumi ini. Sampai di bumi, aku langsung menyelinap ke kamar Sarah. Tunggu. Menyelinap? Untuk apa aku menyelinap. Bukankah tak ada lagi yang bisa melihat sosokku? Ah ya, aku bebas. Sarah tak akan menyadari keberadaanku. Aku begitu gembira.
            Kulihat Sarah sedang bernyanyi di depan cermin sambil menyisir rambutnya yang tergerai indah. Sarah menyanyikan lagu kesukaannya. Bagaimana aku bisa tahu bahwa lagu itu adalah lagu kesukaannya? Ah, aku hanya iseng menyimpulkan karena Sarah sering sekali menyanyikan lagu itu. Sudahlah, tidak penting itu lagu apa. Yang penting aku bisa melihat Sarah secara langsung, bukan dalam mimpi. Suaranya begitu merdu, mengalahkan pemenang ajang pencarian bakat manapun. Wajahnya begitu cantik, mengalahkan kecantikan pelangi selepas hujan. Ia sungguh seperti malaikat tak bersayap.
            Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
            “Masuk aja, nggak dikunci,” kata Sarah mempersilahkan masuk.
            Ternyata yang mengetuk pintu adalah Tante Haryanto.        
“Aduh, anak mamah cantik banget sih. Udah rapi lagi. Mau kemana?” tanya Tante Haryanto kepada Sarah
            “Mamah apaan sih, ngapain coba tanya-tanya. Kepo ya? Hahaha,” jawab Sarah meledek.
            “Kepo kan kamu tuh sukanya tidur terus,” jawab Tante Haryanto menimpali candaan Sarah.
            “Itu kebo Mamahku sayaaaaang,” jawab Sarah sambil menyemprotkan parfum ke bajunya. Harum sekali.
            “Hahaha, emang kamu mau kemana sih? Mamah serius nih tanyanya,” tanya Tante Haryanto memasang wajah serius.
            “Mau hang out, Mah. Sarah bosen di rumah, lagian ini kan malem minggu. Boleh kan Mah?” jawab Sarah.
            “Boleh, asal pulangnya jangan lewat jam setengah sepuluh ya. Kamu mau pergi sama siapa, Sayang?” tanya Tante Haryanto.
            “Sama.....,” belum selesai Sarah menjawab pertanyaan, bel rumahnya berbunyi.
            “Eh itu kayaknya temen Sarah udah jemput deh Mah. Sarah berangkat dulu ya,” pamit Sarah kepada Mamahnya.
            Tante Haryanto yang penasaran mengikuti Sarah yang berjalan terburu-buru ke ruang tamu.
            “Malam Tante,” sapa seorang pria sambil mencium tangan Tante Haryanto dan lekas pamit pergi.
            Deg. Aku begitu kaget. Siapa laki-laki itu? Apa dia........ Apa dia pacar Sarah? Aku sangat penasaran. Kuputuskan untuk mengikuti mereka. Aku terbang melesat menuju mobil merah yang terparkir di halaman rumah Sarah. Ternyata mereka menuju ke sebuah restoran di tepi pantai. Sungguh, tempat itu sangat romantis. Hatiku semakin tercekat melihat Sarah bergandengan tangan bersama laki-laki itu. Mereka berjalan menuju meja paling pojok yang sepertinya sudah di booking.
            “Sarah, kau cantik malam ini dan aku suka,” kata laki-laki itu terpesona menatap Sarah. Dia benar, seperti yang kukatakan tadi, Sarah cantik bagaikan malaikat. Dan aku......... Aku juga menyukainya! Lebih dari itu, aku mencintainya!
            Sarah tersipu malu, matanya berbinar-binar, pipinya memerah. “Apa sih kamu. Jadi malu nih. By the way, makasih ya, udah ngajakin aku ke sini. Aku suka banget sama tempatnya, romantis,” kata Sarah dengan wajah berseri-seri.
            “Apa sih yang enggak buat kamu. Emm... Maukah kau berdansa denganku, Putri Sarah?” kata laki-laki itu menyodorkan tangannya pada Sarah, berlagak romantis.
            “Tentu saja, Pangeran Rico,” jawab Sarah melengkungkan senyumnya yang begitu manis.
            Apa? Rico? Namanya Rico? Aku kaget bukan main. Ini benar-benar tak bisa kupercaya. Bagaimana bisa? Aku yang selama ini hadir dalam mimpi Sarah, menjelma menjadi seorang pangeran tampan. Mengapa mimpi itu menjadi nyata? Dan bukan aku pemerannya! Bukan aku yang berdansa bersama Sarah malam ini! Dalam kehidupan nyata. Bukan mimpi.
Aku terduduk lemas di meja makan. Masih memandangi Sarahku yang sedang berdansa bersama pangerannya, Pangeran Rico. Hatiku hancur berkeping-keping. Namun, melihat Sarah yang tampak begitu bahagia, bukankah itu sudah cukup bagiku? Ditambah lagi, sekarang tak ada perburuan kecoak di rumah Sarah. Bisnis Om Haryanto berhasil melewati krisis. Ikan arwananya berhak mendapatkan makanan yang lebih bergizi daripada kecoak. Selain itu, kini Sarah juga tak lagi menyuruh David, Natalia, atau Bi Ipah berburu kecoak. Semenjak Natalia bercerita bahwa aku menyelamatkannya dari racun Tuan Absurdo, Sarah tak lagi tega menyuruh orang-orang di rumahnya untuk membunuh kecoak, meskipun sebenarnya ia masih jijik melihat kecoak.
Semuanya sudah bahagia sekarang. Keluargaku sudah hidup tenteram dan Sarah sudah menemukan pangerannya sendiri. Kini saatnya aku kembali ke langit. Menatap mereka dari langit. Tersenyum bahagia melihat kebahagiaan mereka.

Ini tugas Bahasa Indonesia. Lanjutan dari Rico de Coro-nya Dee. Nggak tau deh ini cerita apa, nggak "bernyawa" juga. Ya maklum gue kan bukan penulis bro -_- wkwk 

14 Juni dan Kita


Pagi ini langit mendung meski belum ada bulir hujan yang jatuh. Persis seperti hati ini. Mendung itu belum pergi. Sejak perpisahan itu terjadi. Selama ini, hujan pun belum kunjung bertemu mentarinya. Belum ada pelangi yang mampu tercipta, tanpamu.

Apa kabarmu? Kamu pasti baik-baik saja kan? Aku pun baik-baik saja, lebih baik dari 14 Juni dua tahun lalu. Ah ya, kamu kan tidak menanyakan kabarku.

Aku boleh menyampaikan sesuatu? Begini, aku sedang berusaha menyederhanakan segalanya yang terasa rumit. Kamu tahu, ternyata tidak semudah itu menyederhanakan perasaan ini. Sungguh, jika sudah menyangkut hati, otakku terbelit untuk berpikir logis.Terkadang aku masih bertanya-tanya. Mengapa takdir mempertemukan kita? Mengapa aku harus jatuh cinta padamu, bahkan jatuh dalam cinta sedalam ini? Padahal aku tak pernah memintanya. Menyalahkan takdir, mungkin sederhananya seperti itu. Tapi Bang Tere Liye membuatku mengerti akan sesuatu lewat tulisannya dalam Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Hidup ini adil. Segalanya memiliki sebab-akibat. Sederhana. Pertemuan dan perpisahan kita pun pasti memiliki sebab-akibat. Semuanya terjadi karena kuasa-Nya. Kamu juga pernah mengatakannya kan? Maka takdir tak seharusnya kusalahkan. Aku hanya belum sepenuhnya menemukan jawaban tentang mengapa kita harus bertemu. Mungkin suatu saat nanti aku akan sepenuhnya mengerti.

Kamu mungkin tak akan membaca tulisan ini. Tapi, sekiranya kamu sempat membacanya, semoga kamu membaca hingga akhir tulisan ini. Aku ingin katakan sesuatu yang tak berani kusampaikan langsung padamu. Aku rindu kamu.

Bersama langit yang kelabu,
14 Juni 2013

Kamis, 13 Juni 2013

Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

-Sapardi Djoko Damono-

Jumat, 03 Mei 2013

Move On

Move on. Katanya sih, move on itu berpaling dari (seseorang) di masa lalu, berhenti meratapi masa lalu dan menatap masa depan. Yaaa katanya sih gitu. Anyway, aku punya sebuah cerita tentang per-move on-an.

Dulu, lebih tepatnya 17 bulan yang lalu, aku sangat terobsesi untuk move on. Ya, hanya ob-se-si. Saat itu aku paksa hatiku untuk menerima seseorang yang (sebenarnya) pura-pura aku cintai. Pura-pura? Iya, karena semua berawal dari obsesi. Pada akhirnya hanya otakku yang mencintainya, bukan hatiku. Dan ternyata, lama-kelamaan aku jenuh berpura-pura. Hatiku memberontak. Bukan dia. Bukan dia yang kuinginkan. Aku tak bisa menerima dia sebagai dia, yang aku inginkan saat itu, dia menjadi seperti masa laluku. 

Aku salah. Iya, aku salah. Di saat yang sama, ada orang asing yang tiba-tiba muncul di hidupku. Lagi-lagi aku terobsesi. Kutinggalkan dia (yang pura-pura kucintai). Aku berpaling pada orang itu. Kali ini, masalahnya lebih rumit. Sungguh. Aku merasa menjadi PHP ulung, sebuah predikat yang sama sekali tak pantas dibanggakan. Aku jahat. Jahat sekali. Menyakiti mereka yang memberiku kasih sayang (dulu). Aku tidak tau apakah kini mereka sudah memaafkan aku atau belum. Kalau belum ya aku minta maaf lagi ya, meskipun belum lebaran. (?)

Agustus, 2012
Aku berada di puncak masalah. Amarah, rasa bersalah, segalanya bercampur jadi satu. Aku menyerah. Hatiku tak mau berpaling dari masa lalu. Semua kembali pada aku yang belum (terobsesi) move on. Sampai sekarang pun, aku belum move on. Entah ini terlalu setia atau bagaimana. Tapi, hati tak bisa bohong. 

Well guys, move on-lah secara alamiah. Jangan pernah paksa hatimu untuk move on. Iya kalau berhasil, kalau tidak, pasti akan ada hati yang tersakiti. Bukankah jatuh cinta itu hadir tanpa kita minta? Cinta dan kasih sayang itu anugerah. Ikuti saja kemana hatimu akan berlabuh. Semua sudah diatur oleh-Nya. :)

Senin, 22 April 2013

Teruntuk Kamu

Begitu hebatnya rasa yang Tuhan sedang titipkan untukku, hanya padamu.. :')

Sabtu, 20 April 2013

Ini Tentang Mimpi


Ternyata, melepaskanmu dalam mimpi begitu susah. Mengikhlaskanmu, kata lain dari menyakitkan. Jika dalam mimpi saja susah, lantas bagaimana jika hal itu harus terjadi di dunia nyata? 

Selasa, 26 Februari 2013

Aku tak pernah meminta

Aku tak pernah meminta
Sungguh.
Sekali pun aku tak pernah meminta
Tentang pertemuan kita,
Inikah yang disebut takdir?
Tentang cinta yang menyusup perlahan,
Entahlah.
Aku tak bisa lagi mendefinisikannya

Senin, 11 Februari 2013

Musnah!

Malem ini gue cukup bahagia karena laptop gue udah berhasil menyelamatkan diri dari malaikat Izrail. Gue pun bahagia. Dan ternyata gue di-PHP-in. Atau mungkin ekspektasi gue terlalu tinggi. Ya bagaikan gerak vertikal ke atas, bendanya dilemparkan, pas udah sampai puncak, jatuh lagi ke bawah, udah gitu jatunya nyangkut pohon berduri lagi. Gimana nggak ngenes coba. Data gue ilang semua. Sekali lagi. SE MU A! Yaudahsih. Sekian.